Seberapa Sering Anda 'Jatuh'?
Apakah Anda suka bermain sepeda, merasakan asyiknya ditiup angin dan menari di atas roda yang bergulir? Tentu saja sebelum mahir bersepeda, Anda pasti sempat belajar dan jatuh bangun bukan?
Awalnya Anda akan menjejakkan kaki, berusaha agar bisa berdiri seimbang di atas dua roda itu. Perlahan salah satu kaki Anda dijejakkan agak keras agar sepeda melaju ke depan.
Tak lama kemudian, sesekali sebelah kaki Anda mencoba mengayuhnya. Dan satu detik, dua detik, sepeda Anda melaju ke depan. Namun, kemudian, GUBRAKK! Anda jatuh.
Saat Anda jatuh dari sepeda, akankah Anda berhenti? Seingat saya, tidak. Seseorang yang belajar bersepeda, selalu bersemangat dan tak pernah berhenti sekalipun lutut sudah terluka dan siku tergores kerikil di jalanan.
Kembali sepeda dinaiki, dan pedal dikayuh walau lutut terasa pedih. Beberapa kali terseok dan hampir terjatuh, namun kali ini kaki Anda langsung merespon sehingga sepeda tetap berdiri kokoh. Dan siapa sangka, usaha gigih Anda kemudian membuahkan hasil. Sesekali sepeda dikayuh dan melaju ke depan. Intensitas jatuh mulai berkurang, dan digantikan dengan jalan-jalan setapak yang Anda jelajahi. Indah bukan?
Demikian pula dengan hidup ini. Hidup di mana akhir-akhir ini Anda sering mengeluh karena masalah muncul silih berganti. Anda yang gagal dan 'jatuh' merasa tak sanggup lagi 'mengayuh'. Keinginan Anda berdiri di atas roda kehidupan mulai pudar. Digantikan dengan isak tangis manja yang semakin lama makin memupuskan harapan. Hei, di manakah keberanian Anda itu? Ke manakah semangat yang dulu pernah Anda punya?
Hapus air mata itu, Kerabat Imelda. Ingat kembali masa-masa di mana Anda belajar mengayuh sepeda. Sekalipun lutut dan siku sudah pedih, Anda tak jua berhenti. Dan perjuangan memang sungguh berarti jika Anda mengabaikan keluhan-keluhan kecil itu. Tak perlu takut 'jatuh' dan terluka, karena di depan sana jalanan indah nan liar masih belum Anda lewati. Mari, kembali mengayuh lagi.
Awalnya Anda akan menjejakkan kaki, berusaha agar bisa berdiri seimbang di atas dua roda itu. Perlahan salah satu kaki Anda dijejakkan agak keras agar sepeda melaju ke depan.
Tak lama kemudian, sesekali sebelah kaki Anda mencoba mengayuhnya. Dan satu detik, dua detik, sepeda Anda melaju ke depan. Namun, kemudian, GUBRAKK! Anda jatuh.
Saat Anda jatuh dari sepeda, akankah Anda berhenti? Seingat saya, tidak. Seseorang yang belajar bersepeda, selalu bersemangat dan tak pernah berhenti sekalipun lutut sudah terluka dan siku tergores kerikil di jalanan.
Kembali sepeda dinaiki, dan pedal dikayuh walau lutut terasa pedih. Beberapa kali terseok dan hampir terjatuh, namun kali ini kaki Anda langsung merespon sehingga sepeda tetap berdiri kokoh. Dan siapa sangka, usaha gigih Anda kemudian membuahkan hasil. Sesekali sepeda dikayuh dan melaju ke depan. Intensitas jatuh mulai berkurang, dan digantikan dengan jalan-jalan setapak yang Anda jelajahi. Indah bukan?
Demikian pula dengan hidup ini. Hidup di mana akhir-akhir ini Anda sering mengeluh karena masalah muncul silih berganti. Anda yang gagal dan 'jatuh' merasa tak sanggup lagi 'mengayuh'. Keinginan Anda berdiri di atas roda kehidupan mulai pudar. Digantikan dengan isak tangis manja yang semakin lama makin memupuskan harapan. Hei, di manakah keberanian Anda itu? Ke manakah semangat yang dulu pernah Anda punya?
Hapus air mata itu, Kerabat Imelda. Ingat kembali masa-masa di mana Anda belajar mengayuh sepeda. Sekalipun lutut dan siku sudah pedih, Anda tak jua berhenti. Dan perjuangan memang sungguh berarti jika Anda mengabaikan keluhan-keluhan kecil itu. Tak perlu takut 'jatuh' dan terluka, karena di depan sana jalanan indah nan liar masih belum Anda lewati. Mari, kembali mengayuh lagi.